12 Des 2013

Tentang Ta'aruf

Apakah Mengenal Pasangan Harus Lewat Pacaran??

Sebagian orang menyangka bahwa jika seseorang ingin mengenal pasangannya mestilah lewat pacaran. Kami pun merasa aneh kenapa sampai dikatakan bahwa cara seperti ini adalah satu-satunya cara untuk mengenal pasangan. Saudaraku, jika kita telaah, bentuk pacaran pasti tidak lepas dari perkara-perkara berikut ini. 

Pertama: Pacaran adalah jalan menuju zina
Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). 

Al-Imam Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.” Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.

Kedua: Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan
Padahall Allah Ta'ala perintahkan dalam firman-Nya,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".” (QS. An Nur: 30).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang
diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”

Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”

Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).

Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”

Inilah beberapa pelanggaran ketika dua pasangan memadu kasih lewat pacaran. Adakah bentuk pacaran yang selamat dari hal-hal di atas? Lantas dari sini, bagaimanakah mungkin pacaran dikatakan halal? Dan bagaimana mungkin dikatakan ada pacaran islami padahal pelanggaran-pelanggaran di atas pun ditemukan? Jika kita berani mengatakan ada pacaran Islami, maka seharusnya kita berani pula mengatakan ada zina islami, judi islami, arak islami, dan seterusnya.

Kelima: Kekacauan pikiran, dan kelemahan konsentrasi.
Derita ini banyak menimpa jiwa anak muda. Contoh kasus ini banyak sekali; seorang gadis yang sebelumnya ber-IQ tinggi dan cerdas, namun tiba-tiba menurun prestasinya. Ketika ditanyakan sebabnya, dengan malu-malu ia mengaku jujur bahwa semua ini terjadi setelah seorang pemuda tampan tetangga sebelah mencintai dan menawarkan hubungan pacaran. Kasus seperti ini banyak terjadi pada siswa-siswi sekolah menengah.

Keenam: kehinaan, kerendahan dan melemahnya kejantanan serta identitas diri.
Semua itu karena di mabuk cinta birahi, cinta kotor yang mengotori pemiliknya. Penyairpun telah melantunkan kehinaannya karena cinta

Ketujuh: Melemahkan Iman
Orang yang pacaran cenderung meletakkan rasa cinta kepada kekasihnya di atas rasa cinta kepada Sang Pencipta. Tak perlu mengelak ataupun mengiyakan, sebab pernyataan ini bisa dibuktikan dengan kualitas ibadah seseorang. Jika kualitas ibadah seseorang menurun setelah mengalami jatuh cinta, itu artinya porsi kecintaannya kepada Allah berkurang. Ia jadi jarang ke Masjid, jarang membaca Al Quran, meninggalkan shalat sunnah, bahkan beberapa hafalannya hilang, serta banyak ibadah lain yang terlewatkan.

Kedelapan: ‘melatih’ kemunafikan
Orang yang berpacaran itu seringkali menipu, berusaha agar pasangannya yakin bahwa ialah yang terbaik. Memang tidak semua.. tapi umumnya begitu. Ia akan menampakkan hal-hal yang baik di depan kekasihnya. Adapun hal-hal yang buruk sebagian besar ia sembunyikan. Sebagian orang ada yang sengaja menunjukkan beberapa keburukannya kepada kekasihnya sekedar untuk meraih simpati, mencari kesamaan, mendapatkan pemakluman, atau sebagai bumbu-bumbu romantisme belaka. Namun tidak jarang orang yang berpacaran mengatakan sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan hati kecilnya.

Masih haruskah berpacaran??
Mengenal lawan jenis dengan dalih untuk mengenal pribadi masing-masing..
Padahal kenyataannya, hanya sedikit kejujuran yang di tampakkan pada saat pacaran..
Rasa takut yang besar untuk di tinggal pasangannya atau hendak mengambil hati pasangannya membuat mereka menyembunyikan keburukan yang terdapat dalam dirinya..
Sudah menjadi rahasia umum, jika usia pacaran yang lama tak menjamin bahwa itu menjadi suatu jalan untuk memuluskan hubungan menuju jenjang pernikahan..
Sudah tak menjamin adanya pernikahan setelah sekian lama menjalin masa pacaran, juga banyak di bumbui pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah. Maksiat yang terasa nikmat..

Zaman sekarang, berpacaran sudah sangat ironis seorang pacar dijadikan bagaikan pasangan suam-istri. istri.. Si pria seolah menjadi hak milik wanita dan si wanita kepunyaan pribadi si pria.. Mereka pun bebas melakukan apapun sesuai keinginan mereka..
Yang terparah adalah sudah hilangnya rasa malu ketika melakukan hubungan suami istri dengan sang pacar yang notabene bukan mahram.. Padahal pengesahan hubungan berpacaran hanya berupa ucapan yang biasa di sebut " Nembak ", misalnya " I Love You, maukah kau menjadi pacarku? " dan di terima dengan ucapan " I Love You too, aku mau jadi pacarmu ".. Atau sejenisnya.. Hanya itu.. Tanpa adanya perjanjian yang kuat (mitsaqan ghaliza) antara seorang hamba dengan Sang Pencipta.. Tanpa adanya akad yang menghalalkan hubungan tersebut.. Hubungan pacaran tak ada pertanggungjawaban kecuali pelanggaran terhadap aturan Allah.. Karena tak ada yang namanya pacaran islami, pacaran sehat atau apalah namanya untuk melegalkan hubungan tersebut..

Pacaran ibarat minuman beralkohol, banyak yang mengelak bahwa dengan berpacaran mereka memiliki semangat baru dan sederet hal positif yang mereka kumandangkan..
Tapi sama halnya dengan alkohol, maka manfaat yang di dapat jauh lebih kecil di banding kemudharatan yang di hasilkan.. Karena segala sesuatu yang di larang Allah, pasti ada sebab dan manfaatnya..

Kemudian ada yang berdalih, toh pacaran itu tidak merugikan orang lain..
Tidak merugikan orang lain, namun hukum Allah jauh lebih baik untuk di ikuti ketimbang menurutkan hawa nafsu yang berakhir pada jurang kebinasaan..

Malu di bilang jomblo??
Jika dengan jomblo kita bisa terbebas dari rasa yang terlarang, kenapa harus malu??
Justru kita akan merasa nyaman bercengkerama dengan Allah karena sadar hati kita hanya patut di tujukan kepadaNya bukan yang lain.. Justru kita harus bangga, di saat yang lain berlomba untuk melakukan hal terlarang tapi kita menjauhinya.. Kemudian tak akan ada perasaan was was karena telah melanggar aturan Allah.. Kita bebas berkumpul dengan kawan-kawan tanpa ada kekangan dari orang yang sesungguhnya tak memiliki kewenangan terhadap diri kita..

Mungkin masih banyak lagi kesia-siaan dalam berpacaran..
Dan sesungguhnya belum tentu sang pacar akan menjadi pasangan kita kelak..

Betapa indahnya berpacaran setelah menikah