Sekilas tentang Ta'aruf
Saya pernah ditanya tentang bagaimana cara mengidentifikasi akhwat yang "asli”.
Karna banyak akhwat berjilbab namun kok masih titik-titik.
Nah, disinilah manfaat ta’aruf, agar kita tidak terjebak pada ghurur (tipuan)
Ta’aruf bukan sekedar formalitas saja namun benar-benar dilaksanakan untuk saling mengenal, mencari informasi akhlak, kondisi keluarga, saling menimbang, dsb.
Permasalahannya bukanlah pada akhwat “yang asli” atau “tidak asli”. namun ini terkait pada pemahaman kita bahwa hanya Allah sajalah yang mengetahui kadar keimanan seseorang, terlepas dari penampilannya.
Walau pemakaian jilbab adalah juga cermin keimanan seseorang.
Pemahaman
“Perempuan2 yang keji adalah untuk yang keji pula dan laki2 yang keji untuk wanita-wanita yang keji, sedangkan Perempuan2 yang baik untuk laki2.....”(QS. An Nuur [24]: 26)
Berdasarkan ayat tersebut, Allah swt telah menetapkan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, demikian pula sebaliknya.
Jadi kita tak perlu khawatir akan mendapatkan pendamping yang tak sekufu agamanya karena sesungguhnya semuanya bermula dari diri kita sendiri. Sudahkah kita beragama dengan baik?
Bagaimana kadar keimanan kita..? (menurut pandangan Allah bukan manusia) Identifikasi
1. Akhlak
Akhwat berjilbab panjang dan lebar belum tentu lebih baik dari yang berjilbab biasa-biasa saja. (maksudnya, “biasa-biasa“ tapi tetap mencukupi kriteria syar’i jilbab). Menilai baik tidaknya agama seseorang tidak bisa dilihat dari panjangnya jilbab, tidak bisa dilihat dari banyaknya shalat, rajinnya puasa, gelar hajjah, dan sebagainya. Karena banyak orang yang rajin shalat tapi suka maksiat, berpuasa tapi riya, bergelar hajjah tapi tidak amanah, dll
Agama bukan pula di identifikasikan dari luasnya pengetahuan agama (tsaqofah). Karena banyak missionaris yang pengetahuan agamanya lebih luas dibandingkan umat Islam sendiri.
Agama bukan pula dilihat dari banyaknya hafalan Al Qur’an karena seorang Christiaan Snouck Hongrujepun, hafal Qur’an. Ukuran agama adalah akhlak. Iman itu adanya di dalam hati. Dan tentu saja tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, namun iman yang benar-benar menyala di dalam hati, cahayanya pasti akan memancar keluar, yaitu dalam bentuk akhlak.
Pancaran cahaya keimanan inilah yang harus kita cari. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya seorang hamba yang berakhlak baik akan mencapai derajat dan kedudukan yg tinggi di akhirat, walaupun ibadahnya sedikit“.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda mengenai wanita ahli ibadah yang masuk neraka karena menyiksa seekor kucing hingga mati, ada wanita pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing yg kehausan.
Ini menandakan bahwa tak ada yang mengetahui kebaikan hakiki seseorang, karna taqwa itu adanya (di hati).
Umat Nabi Muhammad itu seperti air hujan yang tak dapat diketahui mana yang lebih baik, awalnya atau akhirnya?
Ingatlah kisah Nabi Daud ketika sedang bersama murid-muridnya dalam sebuah halaqah dan kemudian datang seorang laki-laki yang baik pakaiannya, terlihat sangat sholeh hingga membuat murid-murid Nabi Daud bersimpati dan kagum. Namun ternyata ia adalah seorang munafiq dan Nabi Daud mengetahui hal itu dari akhlaknya saat orang tersebut memasuki masjid dengan kaki kiri, tangisannya di depan umum, dan ucapan salamnya kepada halaqah yang sudah dimulai.
2. Hati yg Lembut.
Kepada saudaranya yang mu’min ia akan berkasih sayang, saling menasehati dan tidak akan merendahkan saudaranya seiman. Hati yang lembut dapat terlihat dari keridhoannya menerima kebenaran (Al Haq).
Ia akan mudah untuk menerima nasehat dan segera memperbaiki kesalahannya. sedangkan Hati yang keras tidak akan rela untuk menerima nasehat dan terus berkubang dalam kesalahan.
Hati yang lembut dapat mencegah mulut dan tangannya dari menzalimi orang lain.
Syarat Seorang Informan
Lalu kepada siapakah kita bertanya agar kita mengetahui kepribadiannya baik/ tidak?
Tanyakanlah kepada orang-orang terdekatnya, keluarga atau sahabat yg bisa dipercaya yg benar2 mengenalnya.. Namun orang yang terdekat ini bukanlah sembarang orang.
Di bawah ini adalah tips dari Umar bin Khattab untuk mengetahui apakah orang tersebut benar-benar mengenal akhwat/ikhwan yang dimaksud. Yaitu :
1. Ia sudah melakukan mabit (bermalam) atau safar (berperjalanan) dengan akhwat tersebut sehingga mengetahui persis akhlaknya.
2. Ia sudah melakukan hubungan finance (muamalah) dengan akhwat tersebut sehingga dapat terlihat apakah ia amanah.
3. Ia sudah menyaksikan akhwat tersebut menahan amarah karena ketika orang marah akhlak aslinya akan terlihat, baik ataukah buruk.
Niat Mempengaruhi Keberkahan
Wanita dinikahi karena empat perkara : Kecantikan, nasab, harta, agama. Namun pilihlah karena agamanya agar berkah kedua tanganmu.
Tidaklah salah bila kita menentukan standar atau kriteria calon pendamping. Namun hendaknya kriteria tersebut proporsional, tidak muluk dan jangan mempersulit diri sendiri.
Mengharapkan sosok yang sempurna dan super ideal sangatlah jarang bahkan mungkin tidak ada. Dan bila sampai kesempurnaan yg dicari tidak ditemukan pada sosok sang kekasih, maka akan menimbulkan kekecewaan.
Sesungguhnya ketidak sempurnaan adalah wujud kesempurnaan.
Syukurilah karunia-Nya, jangan terlalu banyak menuntut.
Jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.
Bukankah pernikahan itu seperti pakaian yang saling melindungi dan menutupi kekurangan. Saling menerima kelebihan dan kekurangan.
Istikharah..
Jangan lupa istikharah untuk mendapatkan kemantapan.
Seperti sebuah bait puisi, “Bariskan harapan pada istikharah sepenuh hati ikhlas. Relakan Allah pilihkan untukmu. Ada kalanya Pilihan Allah tak selalu seindah inginmu, tapi itu pilihan-Nya. Tak ada yang lebih baik dari pilihan Allah. Mungkin kebaikan itu bukan pada orang yang terpilih itu, melainkan pada jalan yang kau pilih.
Atau mungkin kebaikan itu terletak pada keikhlasanmu menerima keputusan Sang Kekasih Tertinggi. Kekasih tempat orang-orang beriman memberi semua cinta dan menerima cinta.”.
Semoga Allah memberikan yg terbaik untuk kita semua.
Just share, semoga bermanfaat..
Saya pernah ditanya tentang bagaimana cara mengidentifikasi akhwat yang "asli”.
Karna banyak akhwat berjilbab namun kok masih titik-titik.
Nah, disinilah manfaat ta’aruf, agar kita tidak terjebak pada ghurur (tipuan)
Ta’aruf bukan sekedar formalitas saja namun benar-benar dilaksanakan untuk saling mengenal, mencari informasi akhlak, kondisi keluarga, saling menimbang, dsb.
Permasalahannya bukanlah pada akhwat “yang asli” atau “tidak asli”. namun ini terkait pada pemahaman kita bahwa hanya Allah sajalah yang mengetahui kadar keimanan seseorang, terlepas dari penampilannya.
Walau pemakaian jilbab adalah juga cermin keimanan seseorang.
Pemahaman
“Perempuan2 yang keji adalah untuk yang keji pula dan laki2 yang keji untuk wanita-wanita yang keji, sedangkan Perempuan2 yang baik untuk laki2.....”(QS. An Nuur [24]: 26)
Berdasarkan ayat tersebut, Allah swt telah menetapkan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, demikian pula sebaliknya.
Jadi kita tak perlu khawatir akan mendapatkan pendamping yang tak sekufu agamanya karena sesungguhnya semuanya bermula dari diri kita sendiri. Sudahkah kita beragama dengan baik?
Bagaimana kadar keimanan kita..? (menurut pandangan Allah bukan manusia) Identifikasi
1. Akhlak
Akhwat berjilbab panjang dan lebar belum tentu lebih baik dari yang berjilbab biasa-biasa saja. (maksudnya, “biasa-biasa“ tapi tetap mencukupi kriteria syar’i jilbab). Menilai baik tidaknya agama seseorang tidak bisa dilihat dari panjangnya jilbab, tidak bisa dilihat dari banyaknya shalat, rajinnya puasa, gelar hajjah, dan sebagainya. Karena banyak orang yang rajin shalat tapi suka maksiat, berpuasa tapi riya, bergelar hajjah tapi tidak amanah, dll
Agama bukan pula di identifikasikan dari luasnya pengetahuan agama (tsaqofah). Karena banyak missionaris yang pengetahuan agamanya lebih luas dibandingkan umat Islam sendiri.
Agama bukan pula dilihat dari banyaknya hafalan Al Qur’an karena seorang Christiaan Snouck Hongrujepun, hafal Qur’an. Ukuran agama adalah akhlak. Iman itu adanya di dalam hati. Dan tentu saja tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, namun iman yang benar-benar menyala di dalam hati, cahayanya pasti akan memancar keluar, yaitu dalam bentuk akhlak.
Pancaran cahaya keimanan inilah yang harus kita cari. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya seorang hamba yang berakhlak baik akan mencapai derajat dan kedudukan yg tinggi di akhirat, walaupun ibadahnya sedikit“.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda mengenai wanita ahli ibadah yang masuk neraka karena menyiksa seekor kucing hingga mati, ada wanita pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing yg kehausan.
Ini menandakan bahwa tak ada yang mengetahui kebaikan hakiki seseorang, karna taqwa itu adanya (di hati).
Umat Nabi Muhammad itu seperti air hujan yang tak dapat diketahui mana yang lebih baik, awalnya atau akhirnya?
Ingatlah kisah Nabi Daud ketika sedang bersama murid-muridnya dalam sebuah halaqah dan kemudian datang seorang laki-laki yang baik pakaiannya, terlihat sangat sholeh hingga membuat murid-murid Nabi Daud bersimpati dan kagum. Namun ternyata ia adalah seorang munafiq dan Nabi Daud mengetahui hal itu dari akhlaknya saat orang tersebut memasuki masjid dengan kaki kiri, tangisannya di depan umum, dan ucapan salamnya kepada halaqah yang sudah dimulai.
2. Hati yg Lembut.
Kepada saudaranya yang mu’min ia akan berkasih sayang, saling menasehati dan tidak akan merendahkan saudaranya seiman. Hati yang lembut dapat terlihat dari keridhoannya menerima kebenaran (Al Haq).
Ia akan mudah untuk menerima nasehat dan segera memperbaiki kesalahannya. sedangkan Hati yang keras tidak akan rela untuk menerima nasehat dan terus berkubang dalam kesalahan.
Hati yang lembut dapat mencegah mulut dan tangannya dari menzalimi orang lain.
Syarat Seorang Informan
Lalu kepada siapakah kita bertanya agar kita mengetahui kepribadiannya baik/ tidak?
Tanyakanlah kepada orang-orang terdekatnya, keluarga atau sahabat yg bisa dipercaya yg benar2 mengenalnya.. Namun orang yang terdekat ini bukanlah sembarang orang.
Di bawah ini adalah tips dari Umar bin Khattab untuk mengetahui apakah orang tersebut benar-benar mengenal akhwat/ikhwan yang dimaksud. Yaitu :
1. Ia sudah melakukan mabit (bermalam) atau safar (berperjalanan) dengan akhwat tersebut sehingga mengetahui persis akhlaknya.
2. Ia sudah melakukan hubungan finance (muamalah) dengan akhwat tersebut sehingga dapat terlihat apakah ia amanah.
3. Ia sudah menyaksikan akhwat tersebut menahan amarah karena ketika orang marah akhlak aslinya akan terlihat, baik ataukah buruk.
Niat Mempengaruhi Keberkahan
Wanita dinikahi karena empat perkara : Kecantikan, nasab, harta, agama. Namun pilihlah karena agamanya agar berkah kedua tanganmu.
Tidaklah salah bila kita menentukan standar atau kriteria calon pendamping. Namun hendaknya kriteria tersebut proporsional, tidak muluk dan jangan mempersulit diri sendiri.
Mengharapkan sosok yang sempurna dan super ideal sangatlah jarang bahkan mungkin tidak ada. Dan bila sampai kesempurnaan yg dicari tidak ditemukan pada sosok sang kekasih, maka akan menimbulkan kekecewaan.
Sesungguhnya ketidak sempurnaan adalah wujud kesempurnaan.
Syukurilah karunia-Nya, jangan terlalu banyak menuntut.
Jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.
Bukankah pernikahan itu seperti pakaian yang saling melindungi dan menutupi kekurangan. Saling menerima kelebihan dan kekurangan.
Istikharah..
Jangan lupa istikharah untuk mendapatkan kemantapan.
Seperti sebuah bait puisi, “Bariskan harapan pada istikharah sepenuh hati ikhlas. Relakan Allah pilihkan untukmu. Ada kalanya Pilihan Allah tak selalu seindah inginmu, tapi itu pilihan-Nya. Tak ada yang lebih baik dari pilihan Allah. Mungkin kebaikan itu bukan pada orang yang terpilih itu, melainkan pada jalan yang kau pilih.
Atau mungkin kebaikan itu terletak pada keikhlasanmu menerima keputusan Sang Kekasih Tertinggi. Kekasih tempat orang-orang beriman memberi semua cinta dan menerima cinta.”.
Semoga Allah memberikan yg terbaik untuk kita semua.
Just share, semoga bermanfaat..