Selama ini mikroalga (alga berukuran mikro yang biasa dijumpai di air
tawar dan air laut) hanya dimanfaatkan sebagai pakan larva ikan pada
proses budidaya. Namun, mikroalga ternyata juga berpeluang menjadi bahan
baku bioetanol (bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang
dihasilkan dari bahan-bahan organik) dan biodiesel (bahan bakar dari
minyak nabati) yang merupakan sumber energi penting di masa depan.
Mikroalga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai biofuel (bahan
bakar baik padatan, cairan, ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan
organik) karena tidak bersaing dengan pemenuhan kebutuhan pangan
manusia. Selain itu, mikroalga mengandung karbohidrat yang menjadi
kandungan penting untuk menghasilkan bioetanol.
Menurut Luthfi Assadad, peneliti dari Badan penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), kandungan karbohidrat pada
mikroalga berkisar 5-67,9 persen. Jumlah itu diperkirakan dapat
menghasilkan bioetanol sekitar 38 persen.
Dalam publikasi Applied Energy edisi 86 tahun 2009, bioetanol bisa
dibuat dari tiga sumber utama, yaitu, bahan yang mengandung sukrosa
(tebu, gula, bit, sorgum, dan buah), pati (jagung, gandum, padi-padian,
kentang, ubi kayu), serta biomassa yang mengandung lignoselulosa (kayu,
jerami, rerumputan).
Karbohidrat pada mikroalga berbeda-beda, tergantung spesies dan kondisi
lingkungan hidupnya. Karbohidrat mikroalga, terletak di dinding sel dan
sitoplasma.
Penggunaan mikroalga sebagai bahan baku biofuel mempunyai beberapa
keuntungan jika dibandingkan dengan tanaman pangan. Beirkut keuntungan
yang didapat dari mikroalga:
1. Pertumbuhan yang cepat
2. Produktivitas tinggi. Jika gandum menghasilkan 2.500 liter/hektar,
jagung 3.500 liter/hektar, tebu 6.000 liter/hektar, mikroalga bisa
menghasilkan sekitar 20.000 liter/hektar
3. Dapat hidup di air tawar dan air laut
4. Tidak berkompetisi dengan produksi bahan pangan
5. Konsumsi air yang rendah dan biaya produksi yang tidak terlalu tinggi.
Sumber : metrotvnews.com